Thursday, August 2, 2007

Zakat Diminta Jadi Pengurang PPh


Potensi zakat profesi Indonesia dalam setahun mencapai Rp 32 triliun.

JAKARTA - Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) meminta DPR menjadikan zakat sebagai pengurang pajak karena zakat dapat berperan dalam pengentasan kemiskinan. Karena itu, DPR diminta untuk segera mengamandemen UU Pajak Penghasilan (PPh).

`'Saya kira penting sekali DPR mengamandemen UU Pajak agar zakat benar-benar menjadi pengurang pajak untuk mendorong perkembangan zakat pengentas kemiskinan'' kata Ketua Umum Baznas, Didin Hafiduddin kepada Republika, Ahad, (9/6).

Didin menjelaskan, saat ini zakat baru ditetapkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) dan bukan sebagai pengurang langsung atas pajak. Hal tersebut berdasarkan UU No 17 tahun 2000 tentang amandemen atas UU No 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan (PPh) dan UU No 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Kebijakan tersebut dinilai tidak berdampak besar terhadap perkembangan zakat di Indonesia.

Padahal, zakat memiliki peran sosial sama seperti pajak. Termasuk berperan pengentasan kemiskinan. Karena itu, zakat sudah selayaknya menjadi pengurang pajak agar masyarakat termotivasi untuk membayar zakat. Dengan demikian, zakat sebagai pengentas kemiskinan dapat berkembang pesat di Indonesia.

Ketua I Baznas, Eri Sudewo juga mengungkap hal serupa. Bila pajak dapat dijadikan sebagai pengurang pajak, maka zakat dapat menjadi instrumen pendukung program pemerintah. Hal tersebut dilakukan dengan mendorong pengelolaan pajak untuk kepentingan infrastruktur non sosial. Sedangkan, zakat untuk pengelolaan sosial. `'Jadi, zakat dikelola untuk kepentingan sosial pengentas kemiskinan dan bencana. Sedangkan, pajak digunakan untuk membangun infrastruktur. Saya kira konsep ini cukup tepat,'' katanya.

Zakat atasi kemiskinan
Menurut Eri, penanganan kemiskinan dengan mendorong perkembangan zakat lebih baik dibandingkan dengan berutang ke luar negeri. Namun, saat ini, pemerintah memilih menangani persoalan kemiskinan di Indonesia dengan mencari utang luar negeri. Beberapa waktu lalu, pemerintah membutuhkan dana sebanyak Rp 70 triliun untuk mengatasi kemiskinan tersebut. Sebanyak 80 persen di antaranya akan diperoleh melalui utang dari Bank Dunia (World Bank) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC).

Padahal, Eri menyebutkan, berdasarkan hasil pengkajian Baznas, potensi zakat profesi satu tahun di Indonesia bisa mencapai sekitar Rp 32 triliun. Kalau potensi dana zakat tersebut didasari pemerintah dan dikelola dengan baik, maka permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat diatasi dengan segera tanpa harus berutang.

Didin juga menyebutkan, Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan (Depkeu) tidak tidak perlu khawatir dengan berkurangnya penghimpunan dana pajak akibat zakat. Sebabnya, zakat sebagai pengurang pajak telah diterapkan di sejumlah negara dan terbukti tidak berdampak negatif terhadap penghimpunan pajak seperti di Singapura dan Malaysia.

Direktur Pemberdayaan Zakat Departemen Agama, Nasrun Haroen mendukung usulan zakat sebagai pengurang pajak. Zakat memiliki peran dan fungsi yang sama dengan pajak dalam mendukung pengentasan kemiskinan. Karena itu, zakat dinilai tepat untuk diusulkan menjadi pengurang pajak. `'Kita sangat mendukung usulan agara zakat menjadi pengurang pajak,'' katanya.

Untuk merealisasikan hal tersebut, UU Pajak perlu diamandemen agar zakat dapat menjadi pengurang pajak. Dorongan tersebut dapat dilakukan pemerintah bersama dengan Baznas. Nasrun meyakini bila zakat menjadi pengurang pajak, maka zakat di Indonesia akan berkembang cukup pesat. Karena itu, ia mengaku memahami tuntutan lembaga amil zakat yang meminta agar zakat menjadi instrumen pengurang pajak.

Didin menyebutkan, Baznas akan membentuk tim pengkajian usulan zakat menjadi pengurang pajak dalam waktu dekat. Tim tersebut akan bertugas untuk memperkuat landasan argumentasi dari berbagai aspek mengenai usulan zakat sebagai pengurang pajak. Rencanaya, tim tersebut akan beranggotakan lembaga amil zakat, pakar hukum dan pemerintah.aru

( )

Friday, June 22, 2007

Tentang Zakat dan Zakat Profesi

Assalamualaikum wr wb

Ustadz, sehubungan semakin dekatnya bulan ramadhan dan anjuran membayar zakat pada bln tsb, saya mau nanya ttg zakat:

1. Apakah ada istilah zakat profesi di dalam islam? bagaimana hukumnya? (zakat atas penghasilan seorang dokter, lawyer, dosen, dll. Apakah yg kena zakat cuman
petani, pedagang dan penghasil tambang aja?)

2. Apakah perhitungan zakat dilakukan setelah dikurangi nishab, atau tdk?

3. Apakah zakat hanya dikenakan pada kelebihan harta, yaitu pendapatan dikurangi biaya2 atau langsung dikenakan atas pendapatan (misalnya gaji dan pendapatan lain2 berapa x rate zakat, atau pendapatan total - biaya2 kebutuhan pokok, baru x rate zakat?)

4. yg saya tahu zakat hanya dikenakan pada mata uang, emas perak, hasil tani, tambang dan perdagangan saja. Bgm hukum zakat atas saham, tanah, property (rumah tdk untuk dihuni tp untuk investasi)?

5. Bolehkah zakat dibagi sec individu (langsung ke tetangga, misalnya)? Bolehkan di bagi ke saudara yg tdk mampu? apa batasan tdk mampu?

Afwan, pertanyaannya banyak.
Terimakasih banyak

Wassalam
Nisful Laila Usman


Jawaban:

•Suatu harta dikenakan wajib zakat apabila memenuhi syarat-syarat berikut:

1.Apabila harta itu menjadi miliknya secara penuh, bukan sebagai pinjaman, titipan ataupun gadai

2.Apabila harta itu diinvestasikan (dikembangkan) atau memungkinkan untuk diinvestasikan seperti uang, emas, perak atau surat-surat berharga.

3.Apabila harta itu mencapai nishab zakat (batas minimal kena zakat). Nishab emas, perak, uang, harta bisnis atau yang menyerupainya adalah setara 85 gram (dari emas murni dan 24 karat). Nishab zakat tanaman dan buah-buahan adalah 5 Ausaq (setara 652 kg). Adapun nisab ternak adalah tergantung jenis hewannya (unta dan sejenisnya: 5 ekor, Sapi dan sejenisnya: 30 ekor, domba dan sejenisnya: 40 ekor).

4.Apabila harta tersebut merupakan kelebihan (net income) dari kebutuhan pemilik harta dan orang-orang yang ditanggungnya (seperti anak, istri dan orang tua
yang bergantung pada pemilik harta tersebut) selama setahun. Yang dimaksud kebutuhan di sini adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh manusia untuk mempertahankan hidupnya secara layak tanpa berlebihan dan pemborosan.

5.Apabila harta tersebut terbebas dari hutang. Apabila harta tersebut mempunyai beban hutang maka kewajiban zakatnya dikenakan setelah dipotong beban hutang.

6.Apabila harta tersebut dimilikinya selama satu tahun Hijriyah (Haul). Apabila kurang dari itu atau pada saat mencapai satu tahun hartanya berkurang dan tidak
mencapai nishab maka ia tidak dikenakan kewajiban zakat. Dan dikecualikan dari kewajiban syarat Haul adalah harta pertanian, buah-buahan dan rikaz (harta
karun), pada harta tersebut diwajiban zakat pada saat panen atau menemukannya.
7.Apabila harta itu diperoleh dengan cara halal dan baik karena Allah tidak menerima harta yang diperoleh dengan cara haram. Adapun harta yang diperoleh dengan haram maka itu harus dikembalikan kepada pemiliknya dan apabila tidak tahu maka sebaiknya diinfaqkan pada fasilitas milik ummah/ umum tanpa memberi tahu statusnya. Dan itu bukan zakat tapi mengembalikan hak orang lain kepada pemilik haknya.

Dari syarat-syarat tadi jelaslah harta mana saja yang harus dikeluarkan zakatnya dan harta mana yang tidak dikenakan kewajiban zakat.

•Adapun dasar hukum zakat profesi adalah sebagai berikut:
Para ulama berbeda pendapat tentang dasar hukum zakat profesi, ada yang mengatakan bahwa dasar hukumnya adalah mal mustafad (pendapatan dari hasil kerja), dan
ada pula yang mengatakan bahwa dasar hukumnya adalah qiyas (dianalogykan) kepada zakat pertanian dan buah-buahan.

Tapi pendapat yang pertama adalah lebih tepat karena lebih sesuai dengan realita dengan dalil-dalil sebagai berikut:
1.Firman Allah:
“ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian yang baik-baik dari hasil usahamu dan hasil-hasil yang kami keluarkan dari bumi” QS. Albaqoroh: 267.

2.Hikmah zakat dimana zakat itu diwajibkan pada orang kaya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: “ zakat itu diambil dari orang kayanya dan dibagikan kepada orang miskinnya” HR. Bukhory dan Muslim.

•Apakah dalam mal mustafad diperlukan syarat haul?

Para ulama juga berbeda pendapat tentang hal ini tapi pendapat yang paling kuat adalah tidak perlunya haul tapi cukup syarat nishab. Artinya bahwa harta itu
dikenakan zakat saat kita menerimanya dengan syarat bila mencapai nishab.

•Ukuran nishabnya: menurut pendapat yang paling kuat adalah sama dengan zakatnya uang yaitu 85g (dari emas murni dan jenis 24 karat).

•Rate (jumlah) zakat yang harus dikeluarkan dari zakat profesi adalah 2,5 % dari harta yang sudah mencapai nishab dalam pendapat yang paling masyhur.

•Cara mengeluarkannya:

1.Bulanan: bagi mereka yang mempunyai gaji besar dan mencapai nishab maka dibolehkan untuk mengeluarkannya setiap bulan setelah dipotong kebutuhan primer.
2.Tahunan: bagi mereka yang mempunyai gaji kecil (tidak mencapai nishab dengan hitungan bulanan) dianjurkan untuk menjumlahkannya dalam waktu setahun kemudian dikurangi kebutuhan primernya selama setahun, maka apabila harta tersebut masih tersisa dan mencapai nishab maka dia wajib mengeluarkan zakat 2.5%.


•Adapun yang dimaksud dengan “tidak mampu” adalah orang yang tidak mencapai pada derajat standar hidup layak. Dan standar hidup layak itu berbeda-beda dari
satu negara ke negara lain. Di Indonesia mungkin disebut orang yang tidak sampai pada standar hidup layak adalah orang yang penghasilannya kurang dari Rp10,000,-/ hari. Berbeda lagi dengan di negara kuwait, bahwa orang yang tidak sampai pada derajat standar hidup layak adalah orang yang hanya memiliki satu mobil dan dua AC. Di Australia mungkin beda lagi. Jadi standar tidak mampu lebih bersifat pada status
ekonomi dan sosialnya, dan itu bersifat kondisional dan berbeda-beda dari satu negara ke negara lain. Dalam konteks zakat, kelompok yang berhak untuk mendapatkan zakat adalah ada delapan kelompok. Dua kelompok pertama mewakili orang yang tidak mampu
secara financial, yaitu fakir-miskin, mereka adalah orang yang mempunyai harta tapi tidak mencukupi kebutuhan makan hariannya. Adapun kelompok yang lainnya adalah kelompok yang membutuhkan bantuan karena faktor lainnya seperti faktor hutang,
perantauan, perjuangan di jalan Allah, meraih kebebasan atau faktor revolusi ideologi. Adapun kelompok amil mendapatkan zakat adalah karena faktor etos kerja.
Perlu dicatat, bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang kaya (selain amil) dan orang yang kuat dan sehat sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
“Tidaklah sodaqoh (zakat) itu dihalalkan bagi orang kaya dan tidak pula bagi orang sehat dan kuat” HR. Lima Imam hadits dan Imam Turmudzi.

•Bolehkan membayarkan zakat pada kerabat?

Para ulama sepakat bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang yang menjadi tanggungan nafaqahnya seperti istri, anak dan orang tua yang menjadi tanggungan anaknya dan sebaliknya bahwa seorang istri boleh memberikan zakatnya pada suaminya yang miskin karena suami itu bukan tanggungjawab istrinya. Tapi para ulama berbeda pendapat tentang memberi zakat pada keluarga atau kerabat. Pendapat yang paling kuat
adalah apabila keluarga/kerabat itu diluar tanggung jawabnya maka mereka boleh mendapatkan zakat bahkan dianjurkan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits:
“Memberi zakat pada orang misikin itu adalah sodaqoh, adapun memberi zakat kepada kerabat miskin adalah sodaqoh dan perekat silarurahmi” HR. Ahmad dll.

Wallahu a’lam bishwab

Reference:
-Yusuf Qordowy, DR. Fiqh Zakat, Muassasah arrisalah,1994.
-Husain Sakhotah, DR. Attathbiq al mu’asir li fiqh zakat, Dar Manar al haditsah, 2003.

Wednesday, June 20, 2007

Kembangkan Wakaf Berbasis Asuransi Syariah

JAKARTA -- Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) mendorong industri asuransi jiwa dan kerugian syariah untuk mengembangkan produk wakaf berbasis asuransi syariah. Produk tersebut berpotensi menggalang dana wakaf dalam jumlah besar. Selanjutnya, dana wakaf digunakan untuk kepentingan produktif. Di antaranya membangun fasilitas infrastruktur untuk publik. ''Kami mendorong pengembangan wakaf berbasis asuransi syariah,'' kata Ketua Umum AASI, Muhaimin Iqbal kepada Republika, Kamis, (7/6).

Iqbal menyebutkan, wakaf tunai memiliki potensi cukup besar dalam mendorong perkembangan perekonomian masyarakat. Namun, saat ini sebagian besar masyarakat hanya memahami berwakaf hanya bisa dilakukan dengan dana besar. Padahal, wakaf dapat dilakukan dengan dana relatif kecil. Hal tersebut dapat dilakukan bila produk wakaf berbasis asuransi syariah tersedia.

Menurut Iqbal, produk wakaf berbasis asuransi syariah dapat dikembangkan perusahaan asuransi jiwa syariah dan perusahaan asuransi kerugian syariah. Rinciannya, produk wakaf berbasis asuransi yang dikembangkan asuransi jiwa syariah berupa asuransi kematian diri. Sedangkan, produk wakaf yang dikembangkan oleh asuransi kerugian syariah berupa asuransi kecelakaan diri (personal accident). ''Jadi, produk ini bisa dikembangkan asuransi life dan non life syariah,'' katanya.

Dengan kedua produk tersebut, masyarakat dapat berwakaf melalui produk tersebut dengan dana relatif kecil. Selanjutnya, bila mereka meninggal dunia, maka dana klaim mereka disumbangkan sebagai dana wakaf. ''Saat ini premi asuransi syariah rata-rata sekitar Rp 150 ribu dengan cover asuransi sekitar Rp 25 juta. Dengan konsep ini, bisa saja dana cover asuransi tersebut disumbangkan sebagai dana wakaf bila pemegang asuransi meninggal dunia. Ini amal jariyah yang tak putus-putus,'' katanya.

Mengenai pengelolaan dana wakaf, menurut Iqbal, dana tersebut selanjutnya hanya akan dikelola untuk tujuan produktif dan kepentingan publik. Salah satunya adalah dana wakaf tersebut dapat digunakan untuk membangun pusat perbelanjaan halal yang seluruh keuntungannya digunakan untuk pengembangan Islam di Indonesia. Selain itu, dana wakaf juga dapat digunakan untuk membiayai pembangunan sejumlah fasilitas publik seperti jalan tol. ''Bayangkan bila jalan tol dibangun dengan dana wakaf, tentunya biaya tol tidak akan semahal sekarang dan biaya transportasi menjadi murah,'' katanya.

Terbitkan produk wakaf
Iqbal menyebutkan, produk wakaf berbasis asuransi syariah juga tengah dikembangkan bersama PT Asuransi Takaful Keluarga (ATK) dan divisi syariah PT Asuransi Bintang (Bintang Syariah). Dalam produk tersebut, ATK akan memberikan perlindungan risiko asuransi kematian. Sedangkan, Bintang Syariah memberikan perlindungan risiko asuransi kecelakaan diri. ''Rencananya, produk ini akan kita luncurkan Juli,'' katanya.

Direktur Pemasaran ATK Agus Edi Sumanto membenarkan adanya kerja sama pengembangan produk wakaf berbasis asuransi syariah tersebut. Pembuatan produk tersebut dilakukan karena berbagai faktor. Salah satunya adalah untuk memudahkan masyarakat untuk berwakaf.

Selain itu, menurut Agus, permintaan terhadap produk tersebut memang ada. Salah satunya adalah Rumah Zakat Indonesia (RZI) yang berencana menawarkan produk tersebut kepada 40 ribu pembayar zakat (muzakki) rutinnya. ''Peserta atau muzakki di RZI ada sekitar 40 ribu,'' katanya.

Agus menyebutkan, perlindungan risiko yang akan dijadikan sebagai dana wakaf dalam produk tersebut berkisar antara Rp 10 juta hingga Rp 25 juta. Hal tersebut tergantung besaran premi asuransi syariah yang dibayar peserta. ''Karena besaran preminya macam-macam, maka klaim yang dapat dirubah menjadi dana wakaf antara Rp 10-25 juta,'' katanya.

Menurut Iqbal, berdasarkan data AASI per Mei lalu, terdapat sekitar 39 perusahaan asuransi syariah di Indonesia saat ini. Dari jumlah tersebut, perusahaan atau divisi asuransi jiwa syariah terdapat 15 buah. Sementara, sisanya merupakan asuransi kerugian syariah. (Republika, 8 Juni 2007 )


Baznas Diminta Usulkan Zakat Pengurang Pajak

JAKARTA - Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) diminta segera menyampaikan usulan zakat pengurang pajak ke seluruh fraksi di DPR. Pasalnya, ungkap anggota Komisi XI DPR, Dradjad H Wibowo, fraksi-fraksi DPR saat ini sedang menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk sejumlah UU, termasuk UU Pajak Penghasilan.

Masa pengajuan DIM dari fraksi ke sidang DPR diprediksi berlangsung antara Juli hingga Agustus. ''Jadi, Baznas sebaiknya menyurati seluruh fraksi agar mereka memasukkan usulan zakat pengurang pajak dalam DIM yang akan diajukan fraksi ke sidang,'' kata Dradjad kepada Republika akhir pekan lalu.

Ia mengatakan, bila usulan zakat pengurang pajak baru diajukan setelah pengajuan DIM ke sidang DPR, maka prosesnya akan jauh lebih sulit. Selain itu, setiap fraksi memiliki landasan argumentasi cukup kuat untuk tidak merombak DIM-nya.

Dradjad mengatakan DPR telah menyelesaikan pembahasan amandemen RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), yang akan segera disahkan dalam waktu dekat. Selanjutnya, DPR akan membahas RUU Pajak Penghasilan (PPh) dan RUU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Bila RUU PPh disepakati untuk dibahas terlebih dahulu, kata Dradjad, maka masa pengajuan DIM fraksi ke sidang DPR kemungkinan antara Juli hingga Agustus. Karena itu, proses pembuatan DIM oleh fraksi kemungkinan berlangsung saat ini hingga akhir bulan ini.

Dradjad mengatakan dirinya menyetujui zakat sebagai pengurang pajak. Zakat, katanya, dapat menjadi salah satu instrumen pembangunan kerana zakat berperan dalam mengentaskan kemiskinan. ''Saya pribadi mendukung karena memang seharusnya begitu.''

Sebelumnya, Ketua Umum Baznas, Didin Hafiduddin, meminta DPR menjadikan zakat sebagai pengurang pajak karena zakat berperan dalam pengentasan kemiskinan. Karena itu, ia meminta DPR segera mengamandemen UU Pajak Penghasilan (PPh). Saat ini, kata Didin, zakat baru ditetapkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak (PKP) dan bukan sebagai pengurang langsung atas pajak. (Republika, Senin, 18 Juni 2007)